Bruk
Aku menghempaskan tubuhku
ke tempat tidurku
yang begitu empuk.
Hari ini adalah
hari yang cukup mlelahkan bagiku.
Mungkin karena hari ini ada pelajaran olahraga
dan juga ekskul
basket makanya aku kelelahan begini.
Setelah mengistirahatkan tubuh beberapa menit,
akupun beranjak dari kamarku dan menuju ruang makan. Aku lapar sekali.
Nad, hari ini mama dan kakak pergi kerumah
sakit untuk menjenguk
Tante Sonya. Mama tidak sempat
menyiapkan makan malam untukmu. Kamu bisa memesan
makanan secara delivery
, mama sudah meninggalkan uang di bawah taplak meja makan. Atau masaklah nugget
yang ada di freezer.
“Mengapa disaat
aku lapar begini
tidak ada makanan?
Huh, menyebalkan sekali!”
ucapku kesal. Akupun
akhirnya memasak nugget dan coba tebak,
setelah aku memasaknya
ternyata tidak ada nasi sama sekali di rice cooker!
Kringgg, kring,
kring
Bunyi bel pintu kemudian mengejutkanku. Akupun
berjalan ke depan untuk memeriksa
siapa yang datang.
Hah? Yang datang
adalah Kak Ricky?
Ada apa ia datang kemari?
Pertanyaan itu tersirat
dibenakku.
“Hai kak! Ada perlu apa ya datang
kesini?” tanyaku.
“Ini aku hanya ingin mengembalikan
bola basket milikmu.
Tadi kamu membawanya
kan sewaktu ekskul?”
tanyanya ramah.
“Oh iya! Aku lupa jika aku membawanya
ke ekskul! Terima
kasih ya kak telah mengantarkannya! He, he, he...”
aku tersipu malu, bagaimana aku bisa lupa meninggalkannya di sekolah!
“Iya sama-sama. Kamu sedang apa? Kok rumahmu
sepertinya sepi sekali?”
“Aku sedang memasak
kak. Aku sangat
lapar sekali. Tapi ternyata tidak ada nasi sama sekali
di rice cooker. Mama dan kakakku
sedang pergi menjenguk
tanteku.”
“Oh begitu. Kalo gitu kakak temenin cari makan mau? Kakak juga belum makan nih, jadi biar sekalian
gitu?”
“Hm........boleh
kak. Bentar ya aku ganti baju dulu”
Petang itu kami berduapun mulai mengenal lebih dekat satu sama lain. Oh iya, Kak Ricky itu adalah
kakak kelasku. Ia adalah ketua tim basket
di sekolahku. Penampilannya
yang keren membuat
banyak gadis-gadis menyukainya.
Termasuk aku. He..he..he..
“Hei, kau makan berantakan sekali.”
ujar Kak Ricky yang ternyata
sedang memerhatikanku daritadi.
“Hehe, terkadang aku kalau makan suka berantakan.
Maaf ya kalo sudah membuat
kakak risih” ucapku
malu.
“Aku tidak risih kok, oh iya itu ada sisa nasi di pipimu” kemudian
tangan Kak Ricky menyentuh pipiku,
dan mencoba membersihkan
sisa nasi yang ada di pipiku. Aku sangat malu sekali!
“Terimakasih kak..”
**
Sejak hari itupun
kami mulai dekat.
Kak Ricky begitu
perhatian denganku. Ia juga selalu
bersikap manis di depanku. Kini ia dan aku sudahlah
seperti sepasang kekasih.
Gosip tentangku dan Kak Ricky berpacaran menyebar
luas ke penjuru
sekolah. Reaksi dari para gadis yang mengagumi
Kak Ricky pun ada yang biasa saja adapula yang tidak senang.
Aku selalu dihakimi
jika aku melewati
para gadis pengagum
Kak Ricky.
“Ih, kok bisa sih Ricky jadian sama Nada? Diakan
childish banget,
udah gitu pendek.
Apa cantiknya sih dia? Cantikkan
juga kamu Ran!”
“Ya jelaslah aku memang cantik
kemana-mana dibandingkan dia! Mungkin saja dia memakai
pelet”
Kak Rani and the Gank selalu
saja menghakimiku. Ketika
aku ke kantin
dan melihat mereka,
aku mendengar bahwa mereka bergosip
tentangku. Aku merasa
tidak nyaman dengan
hal ini.
Akupun langsung berbicara
kepada Kak Ricky sepulang sekolah
di Cafe biasa kami menongkrong
sebelum pulang sekolah
tentang hal tersebut.
“Nada, kamu tidak perlu memperdulikan
apa yang orang-orang
katakan tentang hubunganmu
denganku. Apa yang mereka katakan
itu tidak ada benarnya” ucap Kak Ricky sambil mengelus
kepalaku. Jujur aku sangat merasa
nyaman ketika aku berada di dekatnya.
“Memang hubungan kita yang sebenarnya
apa kak?” kucoba
memberanikan diri untuk bertanya hal tersebut kepada
Kak Ricky.
“Jujur, kamu sudah ku anggap
sebagai adik kandungku
sendiri. Aku dulu mempunyai sebuah
adik perempuan yang
sangat mirip denganmu,
namun tak disangka
ia pergi begitu
cepat. Penyakit leukimia yang dideritanya telah merenggut nyawanya.
Ia adalah orang yang sangat
kakak sayangi. Dan akhirnya aku bertemu denganmu,
aku mencoba untuk dekat denganmu.
Karena dengan begitu,
aku merasa seperti
adikku masih ada disisiku.” Ucapnya
panjang lebar.
Akupun menelan ludah.
Aku tertegun dengan
apa yang dikatakannya.
Ia mengganggapku sebagai
adiknya? Aku pun menghela nafas.
“Kasihan sekali adikmu.
Maaf ya, sudah membuat kakak bersedih” ucapku
iba.
“Tidak kok, kakak tidak sedih.
Kan kakak masih memilikimu. Kamu adikku kan? Sekarang kamu anggap aku seperti kakak keduamu ya!” ucapnya sambil
tersenyum sumringah dan ia pun merangkul pundakku.
Kurasa, aku memang
menyayanginya. Namun apadaya,
ia hanya menyayangiku
hanya sekedar seperti
ia menyayangi adiknya.
Tapi aku bersyukur,
meskipun begitu aku masih bisa dekat dengannya
seperti saudara kandung
dan aku yakin
dengan hubungan kami
sebagai Kakak-adik zone tidak akan terpisahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar